Perjalanan Pendidikan Nasional dan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

3 min read

Guru adalah sebuah profesi yang mulia. Menjadi seorang pendidik adalah sebuah pilihan. Seorang guru mempunyai tanggung jawab yang sangat besar. Menjadi guru professional dibutuhkan kerja keras dan komitmen untuk selalu meningkatkan kualitas diri.

Tugas seorang guru tentu bukan hanya mengajar, melainkan harus mampu menjadi sosok pemimpin, motivator, mentor, fasilitator, dan inspirator bagi peserta didik. Pendidik yang professional harus bisa membebaskan peserta didiknya dalam belajar. Artinya peserta didik harus memiliki jiwa merdeka belajar agar tumbuh rasa mandiri dan tanggung jawab pada diri peserta didik.

GERAKAN TRANSFORMASI KI HAJAR DEWANTARA “PENDIDIKAN SEBELUM DAN SESUDAH KEMERDEKAAN”

Perkembangan dan kemajuan pendidikan di Indonesia membutuhkan waktu yang tidak singkat. Seiring berkembangnya zaman sistem pendidikan sudah banyak sekali mengalami perubahan. Berikut akan dijelaskan perjalanan pendidikan nasional dimulai dari sebelum kemerdekaan hingga setelah kemerdekaan.

PENDIDIKAN MASA BELANDA

Pada masa jauh sebelum kemerdekaan, pendidikan hanya diperuntukkan bagi ornag-orang yang memiliki kepentingan untuk colonial penjajah. Belanda mulai memperkenalkan pendidikan formal namun tidak semua kalangan dapat merasakan pendidikan formal tersebut.

Pada tahun 1854, para petinggi dan bupati mendidikan sekolah yang dikhususkan untuk calon pegawai. Tujuannya adalah untuk keperluan pemerintahan.

Kemudian tahun 1864, berdiri sekolah Bhumi Putera yang pada saat itu hanya memiliki 3 kelas. Sekolah ini hanya mengajarkan membaca, menulis, dan menghitung saja.

Akhir abad ke-19, muncul wabah penyakit di pulau Jawa. Karena peristiwa tersebut akhirnya didirikan sekolah STOVIA, yaitu pendidikan untuk para calon dokter bagi kalangan pribumi. Bahasa yang digunakan dalam pembelajaran adalah Bahasa Belanda.

1903 Raden Ajeng Kartini mendirikan sekolah untuk Wanita pribumi. Sekolah ini berdiri dibelakang rumah dinas bupati Jepara. Pembelajaran yang diajarkan antara lain, menulis, membaca, berhitung, budi pekerti, dan kerajinan atau keterampilan tangan.

Setelah itu, lahirlah Budi Utomo pada tahun 1908 yang memiliki tujuan untuk mencerdaskan dan memajukan pendidikan Indonesia. Ini menjadi awal adanya beasiswa bagi rakyat pribumi agar mudah untuk mendapatkan pendidikan.

PENDIDIKAN SETELAH KEMERDEKAAN

Tahun 1945-1966 mulai dibentuk sekolah untuk rakyat, dengan pendidikan selama 6 tahun kemudian SMP dan SMT. Kemudian berkembang pada tahun 1966-1998, dimana masa ini dikenal dengan masa orde baru. Pemerintah memberlakukan EBTANAS dan UMPTN sebagai seleksiintelektual peserta didik.

Pada tahun 1998-2006 pendidikan di Indonesia mulai menggunakan Kurikulum Berbasis Kompeten (KBK). Selanjutnya berkembang di tahun 2006-2020, pemerintah mengembangkan kurikulum dari KTSP hingga kurikulum 2013.

Tahun 2021 hingga saat ini kementerian pendidikan menerapkan kurikulum merdeka, dimana kurikulum ini dapat mendorong kebebasan siswa untuk membentuk karakter pada jiwa mereka. Kurikulum merdeka mengembangkan literasi dan numerasi serta karakter Pelajar Pancasila dan kompetensi keterampilan abad 21.

TRANSFORMASI PENDIDIKAN OLEH KI HADJAR DEWANTARA

Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan budaya atau kultural bangsanya yang ditujukan untuk peri kehidupan yang mampu mengangkat derajat rakyat dan negerinya, sehingga tercipta kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.

Pendidikan juga memiliki arti upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (karakter), fikiran (pengetahuan), dan jasmani (keterampilan). Sebuah pendidikan harus mampu memberikan kebebasan berpikir dan belajar (merdeka belajar) bagi peserta didik. Pendidikan yang demikian menjadi dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara agar pendidikan Indonesia tetap tumbuh.

Pada tanggal 3 Juli 1922 menjadi wujud perjuangan Ki Hadjar Dewantara untuk pendidikan Indonesia. Pada saat itu didirikan taman siswa di Yogyakarta, hal ini sebagai awal mula perjuangan agar terbebas dari penjajahan dengan cara memperluas pendidikan untuk generasi muda.

PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA

Sekarang ini prinsip “Tut Wuri Handayani” menjadi semboyan sistem pendidikan di Indonesia. Isi dari semboyan Tut Wuri Handayani adalah:

  • Ing ngarsa sung tuladha, artinya di depan menjadi contoh yang baik.
  • Ing madya mangun karsa, artinya di tengah mampu memberikan semangat.
  • Tut wuri handayani, artinya di belakang mampu memberikan dorongan atau semangat.

DIRANGKUM OLEH: FITRIA HANDAYANI

REFLEKSI DIRI PERJALANAN PENDIDIKAN INDONESIA

Sebagai mahasiswa PPG Prajabatan saya telah mengikuti perkuliahan Filosofi Pendidikan selama kurang lebih dua pertemuan. Materi pada topik 1 pada mata kuliah Filosofi Pendidikan adalah “Perjalanan Pendidikan Nasional”. Selama perkuliahan saya mendapat fasilitas dengan dosen yang menyampaikan materi ini dengan baik dan menyelesaikan tugas di platform LMS yang ada di akun SIMPKB mahasiswa.

Platform LMS ini memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk mengulas materi. Selain itu, jika ada materi yang kurang jelas dapat ditanyakan kepada dosen pengampu. Hal ini adalah sesuatu yang baru bagi saya pribadi, karena pada saat saya pendidikan sarjana dahulu belum diterapkan system seperti LMS ini. Sehingga proses pembelajaran dominan terjadi hanya pada saat ada kelas luring maupun online.

Pengetahuan baru yang saya dapatkan setelah belajar Filosofi Pendidikan Nasional tentu sangat banyak sekali. Semua materi yang ada dalam mata kuliah ini sangat bermanfaat dan dapat diimplementasikan ketika nanti saya menjadi seorang guru.

Pola berfikir seorang guru yang sebelumnya guru menjadi pusat pembelajaran atau pendekatan berpusat pada guru sekarang berubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Hal ini harus dirubah karena pesera didik harus merdeka dalam belajar.

Pada saat Ki Hadjar Dewantara membentuk Taman Siswa sebagai wujud perjuangan merdeka terhadap Belanda melalui pendidikan, pemikiran tersebut sama dengan kondisi saat ini yang dapat diartikan peserta didik mampu belajar secara mandiri sesuai dengan kodratnya masing-masing. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai fasilitator, pengarah dan pendidik karakter agar nantinya peserta didik menjadi generasi yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur.

           

Bisa kita pahami bahwa meskipun pemikiran Ki Hadjar Dewantara sudah lama tertinggal zaman namun pemikirannya beliau masih bisa diterapkan hingga saat ini. Karena pendidikan Indonesia tidak akan pernah lepas dari kultural atau budaya bangsa sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *